Ada Yang Menarik Dari Masing-Masing Mereka


Hari ini duduk di depan lagi. Lama gak seperti ini. Nervous… Apalagi duduk bareng orang-orang yang berkompeten di bidangnya. Hari ini anak-anak Kohati Camed buat sarasehan tentang "Kedudukan dan Peran Strategis Perempuan dalam Peningkatan Taraf Hidup Masyarakat Kota Medan Berbasis Ekonomi Syariah". Bukan bidangku, tapi itung-itung sambil belajar, kan juga lebih kena kalo aplikatif gini. Jadi kuberanikan diri tuk terima tantangan dengan persiapan hanya satu malam. Harap maklum kalo kali ni jadi banper, coz pembicara yang direncanakan tiba-tiba ga bisa datang..:)

Pembicaranya asik-asik… Ada Gus Irawan Pasaribu, kenal kan? Itu lho, Dirut Bank Sumut. Cool deh orangnya, respect. Dari gaya bicaranya nampak kalo orangnya bener-bener pinter, wajar kalo beliau bisa sampe tiga periode menjabat jadi Dirut. Beliau membahas tentang "Dukungan Bank Sumut pada Sektor UMKM dengan Penyediaan Kredit Khusus Perempuan". Emm, mereka sadar kalo perempuan sebenernya punya peranan yang sangat signifikan dalam meningkatkan dan mengembangkan perekonomian makro, karena perempuan bisa memulainya dari satuan yang terkecil, yakni perekonomian rumah tangga. Kalo gak salah nama produknya KPUM-Sumut Sejahtera. Pelayanan kreditnya pun menunjang aktivitas perempuan. Ibu-ibu gak perlu repot-repot dateng ke Bank Sumut, karena bakal ada account officer yang dateng ke masing-masing kelompok kredit. Dan prosesnya juga ternyata banyak memberikan keuntungan sama nasabah. Ada edukasinya juga, namanya PWKKM (Pelatihan Wajib Kelompok Keuangan Mikro), Di sini ibu-ibu bakal dikasih pelatihan setuntas-tuntasnya sampe dengan gimana cara mengelola modal. Oiya, katanya program ini baru satu tahun berjalan. Wilayah yang dijadikan sebagai uji coba, daerah Gunung Sitoli, Nias. Kebayang kan, daerah Nias ini salah satu daerah yang tertinggal di Sumut. Transportasi ke sana sulit, harus naik boat lagi. Taraf perekonomian masyarakatnya rendah, latar belakang pendidikan juga bisa dibilang gak ada. Bahkan tuk berbahasa Indonesia aja mereka gak bisa. Tapi, interest mereka untuk mengelola usaha mikro patut diacungin jempol…

Selanjutnya, ada bang Azhari Akmal Tarigan. Alumni HMI yang mumpuni dalam pembahasan NDP. Beliau juga pakarnya syariah, jadi pasti tetep nyambung pembahasannya. Topik yang beliau angkat tentang "Perempuan sebagai Lokomotif Perubahan dalam Perspektif Islam". Berangkat dari pembahasan tentang Jihadukunna fi buyutikunna (jihad kamu wahai perempuan di rumah kamu masing-masing). Secara kontekstual ungkapan nabi ini menjelaskan apa yang disebut dengan skala prioritas. Ada pembagian peran dan fungsi. Perempuan harus produktif, bisa memberdayakan keluarga dan masyarakat mulai dari rumahnya masing-masing. Penggunaan kata jihad menunjukkan bahwa perempuan bukan hanya berperan sebagai ibu rumah tangga saja, melayani suami dan mengasuh anak, lebih dari itu rumah sejatinya harus dijadikan sebagai lokus perjuangan untuk kehidupan yang lebih baik.
Inti dari semua yang dibahasnya adalah "Kekuatan untuk mengubah dunia ternyata ada di rumah kita, maka mulailah dari rumah!"

Pembicara ketiga, Kepala Bappeda Medan, Ir. Syaiful Bahri. Beliau menggambarkan kondisi perempuan kota Medan berdasarkan akurasi data yang up to date. Terbantu sedikitlah dengan adanya pemaparan data dari beliau, aku tinggal nambahin analisis dikit-dikit, he… Di antaranya jumlah penduduk di Kota Medan yang berjenis kelamin perempuan ada sekitar 1.6 ribu jiwa (50.54% dari jumlah seluruh penduduk kota Medan). Jumlah lowongan kerja yang ditempati perempuan mencapai 8.653 orang. Ada 16 koperasi aktif di Kota Medan dengan jumlah anggotanya sebanyak 365 orang perempuan. Di bidang pendidikan, jumlah mahasiswa perempuan juga mencapai hampir 50% dari jumlah keseluruhan, dan beberapa data lainnya…

After that, it's my show time… Agak sedikit ragu, tapi aku pikir untuk pembahasan permasalahan perempuan kan dah biasa. Yup, jadi kumulai dengan pembahasan capaian MDG's Indonesia tahun 2008. Dengan targetan pembahasan MDG's yang fokus pada perempuan dan kemiskinan, pastinya kalau pemerintah kota bisa mensinergiskan dengan RPJMD dan renstada, pada tahun 2015 capaian MDG's di daerah akan mendekati angka yang ingin dicapai. Kita berharap bahwa arah kebijakan dan program pembangunan kota Medan 2010 akan memperluas lapangan kerja dan juga meningkatkan indeks pembangunan manusia kota Medan. Kaitannya dengan posisi strategis perempuan, apabila lapangan kerja semakin terbuka lebar, maka kesempatan perempuan untuk bekerja juga semakin besar. Ini akan berkorelasi positif dengan peningkatan indeks pembangunan manusia (HDI) dan indeks pembangunan berelasi jender (GDI). Tapi semuanya dikembalikan lagi kepada perempuan, silahkan mau pilih beraktivitas di sektor formal atau informal. Dan juga harus disesuaikan dengan kapabilitasnya. Malu kita, liat beberapa kawan yang menggembar-gemborkan penuntutan hak, jabatan dan posisi. Masa dapat posisi dan jabatan karena diminta sih, tunjukkan kemampuan, pasti orang-orang yang akan mencarimu dan menawarkan posisi.

Ups, balik lagi ke pembahasan sebelumnya...^^ Nah, kalo di bidang informal ada istilah care economy, perempuan bisa berkontribusi pada produk subsisten dan sektor informal. Jika diamati ternyata banyak juga perempuan yang bekerja secara sukarela dalam masyarakat (kerja sosial). Padahal kontribusi dari care economy sebesar separoh dari produk domestik bruto (GDP). Artinya jika kerja-kerja perempuan dalam model care economy memberikan income ke pendapatan pemerintah/swasta, perempuan juga harus bisa mengelolanya menjadi semacam bisnis yang memberikan keuntungan kepada dirinya. Dengan secara tidak langsung pengembangan manajemen juga bisa dilakukan secara alami, dipelajari secara otodidak oleh para perempuan. Jadi, kesimpulannya posisi perempuan memang benar-benar strategis dalam gender mainstreaming khususnya dalam pembangunan ekonomi.


Oiya, aku di sini juga mau sekalian curhat tentang Bapak-Bapak di atas. Pembahasan sarasehan hari ini agak sedikit mengembang membahas permasalahan quota perempuan. Mereka adalah pihak-pihak yang tidak sepakat dengan adanya quota 30 persen keterwakilan perempuan. Alasannya sama, bahwa ada suatu pemaksaan jabatan ataupun posisi, dimana belum tentu perempuan tersebut berkompeten dan layak atas jabatan tersebut. Terkesan meminta jadinya. Kan lebih baik kalo perempuan bersaing secara sportif, dalam artian harus bisa menunjukkan prestasi, kalau memang mau mendapatkan posisi terhormat. Bener itu… Kalian perempuan, belajarlah dengan baik, raih prestasi, tunjukkan minat dan bakat, maka kalianlah yang akan memegang dunia… Bravo!

No comments:

Post a Comment