Mencoba Menggali Kembali Part 1


Aku tak tahu harus darimana aku memulai cerita ini, tapi biarlah ia mengalir mencari reka bentuknya. Di saat-saat yang seperti ini, yang di dalamnya terdapat carut marut isi dunia, manusia tak lagi mendapatkan dirinya berdiri tegak pada kakinya. Berdiri pun dengan menopang badan pada tembok dan berjalan dibantu dengan kruk. Yang didapat dari sebab-sebab kerakusan hidup di dunia, mendarah daging dengan kelegaman nafsu dalam darahnya. Tanpa kesadaran mencari kebebasan hakiki, semuanya tergerak bagai mesin, terpola dengan ritme yang dikendalikan oleh uang sebagai penguasa. Terhegemoni dalam dunia yang kapitalistik, tanpa tahu bahwa geraknya hanya menguntungkan penguasa modal.

Hidup telah mati, dan Tuhan membiarkan ini terjadi karena geram melihat para hamba yang tak mengerti untuk sekedar mengucapkan syukur dan terima kasih. Sampai nanti pada puncak kegeramanNya, Tuhan akan membiarkan semua umatNya yang ingkar mati dalam kesesatan.

Dan ada bagian orang-orang yang tersadar, namun jumlahnya pun tak cukup memberikan warna perubahan pada kondisi yang terhegemoni kejumudan ini. Mungkin mereka malah akan berlari, menghindar, sekedar untuk menyelamatkan diri agar tidak teracuni oleh kegilaan duniawi yang kapitalis tadi. Hidup dalam sekat-sekat yang juga gelap dengan keangkuhan dan keapatisan diri. Hingga hidupnya pun berakhir karena sesak, tertekan ataupun tersiksa akan keterhinaan dan ketidakmampuan memberikan corak baru peradaban.

Dunia akan berakhir pada keterpurukan, karena manusia yang ada di atasnya tidak mengerti esensi hidup. Tidak tahu dan tidak mau mengerti akan perubahan waktu yang profan. Tersekat dalam kebodohan naluri, hingga ketakutan menjemput keberadaan.

to be continue..

Terlimit Jera Tak Terlena


Berdialog dengan hati
yang angkuh
terkisi

Serba-serbi hari
mensugesti
asasi menyerpih
tak sudi diri
bertautan badani

Saban hari
anak laki-laki
meriba rindu
sembari berkirap diri
zuadah dilengkapi

Laksana lazuardi
kepayang mata memandangi
bumi menyeringai
pada sosok yang tak tahu diri
yang kerdil
yang imajinya berlari
mencari dian seperti matahari
padahal rembulan hanya mengintip di sempadan

Dan asmara terpasung
jiwa menembang malu
diri menyumpah
terlimit jera
tapi tak terlena

Mencari Sesuatu Apa


Terjaga dari lelapnya mata
makna tersirat
di sudut-sudut jendela
peraduan

Hari ini berlalu
tanpa sesuatu yang berarti

Hati dipenuhi asa
namun tangan tak kuasa
tuk bertindak
kaki tak ringan
melangkah
mencari sesuatu apa

Kesadaran pun menampar sukma
bergelayutan
seolah tak mau lepas
menunggu sampai ku menyapa

Tapi ku tetap
pulas
hati tak bergeming
melihat realita menggilas
idealita
dan ku pun terpidana
dalam hayalan tak berhingga