Menyoal Tes Virginitas Siswa

Berita kali ini benar-benar membuat heboh masyarakat Indonesia dan dunia pendidikan pada khususnya. Bambang Bayu Suseno, anggota dewan terhormat dari Jambi mengajukan ide untuk melakukan tes virginitas untuk siswa-siswa yang akan melanjutkan ke sekolah umum. Pertimbangan beliau adalah karena makin maraknya seks bebas sebelum menikah yang dilakukan oleh remaja usia sekolah.

Memang diakui mudahnya akses internet adalah penyebab utama meningkatnya kuantitas pelaku seks bebas di kalangan remaja. Data terakhir menunjukkan bahwa hampir sebesar 60 persen remaja di Indonesia yang sudah tidak virgin lagi. Ini bukan angka yang kecil, jika ditotalkan dari jumlah manusia produktif di Indonesia. Dari kondisi ini dapatlah kita tarik benang merah, besarnya jumlah pelaku seks bebas pra nikah dengan kuantitas kriminalitas di tengah-tengah masyarakat. Dan pada akhirnya secara otomatis sangat mempengaruhi angka Human Development Index Indonesia.

Padahal UU pornografi sudah diberlakukan sejak tahun 2008. Namun sepertinya efek pemberlakuan UU tersebut tidak terlalu dapat diharapkan bisa menekan angka pergaulan bebas di Indonesia. Malah seperti yang kita ketahui sendiri makin marak saja pengunduhan blue video di internet. Ketidaktegasan lembaga eksekutif dalam memberlakukan UU pornografi tersebut adalah sesuatu yang tidak bisa dipungkiri lagi.

Tapi dengan banyaknya kontra reaktif terhadap pengajuan proposal tes virginitas tersebut, pembahasan masalah tes inipun ditolak untuk dilanjutkan pada tingkatan lembaga legislatif yang lebih tinggi. Masih dinilai bukan pembahasan yang penting mengangkat isu pribadi yang menyangkut hak asasi manusia. Kayak ga ada yang bisa dibahas lagi deh, padahal masih banyak masalah-masalah pendidikan yang lebih penting untuk dibahas bapak-bapak terhormat para wakil rakyat ketimbang membahas tes virginitas... :-)

Que Sera-Sera pada Negeriku


Belakangan banyak sekali kejadian-kejadian yang di luar dugaan di negeri kita tercinta. Mulai dari kerusakan alam sampai dengan masalah-masalah sosial. Aku pikir semua itu tidak lepas dari campur tangan manusia di dalamnya. Gunung Sinabung yang meletus, bukan ansich karena fenomena alam tapi keterlibatan manusia-manusia yang cenderung suka mengeksplorasi alam pun lebih banyak memberikan kontribusi akan terjadinya bencana alam tersebut. Munculnya lagi masalah terorisme ke permukaan pun juga karena ulah orang-orang yang punya kepentingan.

Sementara makin banyak dan semakin besarnya masalah-masalah yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, elit-elit politik kita malah sibuk dengan kehidupannya sendiri. Selalu masalah jabatan, posisi, dan pencitraan yang mendapat porsi perhatian paling besar. Apakah hanya cukup dengan mengeluarkan Undang-Undang (hah, mungkin saja proses legislasi hanya untuk menambah income para elite politik), sistem di tengah-tengah masyarakat bisa berjalan dengan dinamis? Aku berpikir bahwa pemerintahan yang ada hanya menjalankan semua yang bersifat formalitas. Yang tujuannya hanya catatan di atas kertas. Tugas legislasi, eksekusi ataupun yudikasi itu hanya ada dalam teori. Ketika action, lagi-lagi hanya formalitas, tidak substantif dan tidak mengena ke kalangan grassroot.

Kira-kira di bidang apa Indonesia mengalami kemajuan yang pesat? Sudah layakkah bangsa Indonesia bergembira jika pemerintah mengatakan pada tahun 2009, ekonomi Indoesia mengalami peningkatan sebesar 4 persen (Media Indonesia, 17 September 2009). Padahal jika ditilik lebih lanjut kasus korupsi meningkat lebih pesat, "Indonesia adalah negara terkorup se-Asia Pasifik (Nusantaranews, 9 Maret 2010). Lagi-lagi ada nada kekecewaan di sini ketika aku di hadapkan dengan kondisi negeriku.

Jangan ditanya bagaimana dan peran apa yang seharusnya dilakukan oleh para pemuda ataupun masyarakat sebagai bagian dari bangsa ini. Karena hanya segelintir dari mereka yang mengerti tentang sistem dan tugas apa yang harus mereka kerjakan. Kita sudah lama dibutakan matanya dan dibuat tumpul pemikirannya tentang semua itu. Budaya hedon dan apatis menjamur di kalangan anak muda Indonesia. Karena hegemoni pasar yang kerap menelanjangi, membuat hati generasi muda Indonesia skeptis dengan apa yang terjadi di sekelilingnya.

"Yang penting gua bisa makan enak en nongkrong, masa bodoh dengan cerita bangsa", kalimat itu dipastikan akan keluar dari mulut mereka. Apalagi dengan masyarakat golongan akar rumput, yang memikirkan untuk makan dan bertahan hidup saja susah, disibukkan dengan harga sembako yang semakin tinggi, biaya sekolah dan kesehatan yang semakin mahal. Mereka pun akan lebih apatis melihat apa yang terjadi pada negerinya. "Yo wes ben, eneng presiden seng ngoros negoro". Dus, jadilah negeri ini hanya milik segelintir orang, para elite yang berkuasa di atas sana. Karena kebanyakan warganya berteriak, Que Sera-Sera...

Masyarakatnya hanya sibuk mengurus diri masing-masing, mengeksplorasi alam sekitarnya tanpa bisa mengerti bagaimana melakukan pemugaran alam. Pemimpinnya sibuk dengan cerita bagi-bagi keuntungan untuk memperkaya pribadi. Masyarakat makin melarat, elite politik semakin kuat namun alam semakin cepat kiamat.

Dan semuanya apatis dengan harmonisasi alam sekitar. Que Sera-Sera... Whatever will be, will be...

sejatinya cita


raih cita di tengah massa
asa itu modal luar biasa
naluri berjarak sementara
usah duka terurai di sana

perempuan ini berlimpah doa
usung mau diri agar suka cita
tak apa jika
raga tak bersua
adalah cita paling utama

adil ada di setiap langkah, menyatu
riak berirama sendu
meski penghalang membatu biru
isyarat yang menjelma
dalam setiap kata
ingini hidup berkisah
nan sejati jelang sesama

Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa. Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridha. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.
(An-Nisa' : 107-108)