Siang hari, di gubuk bawah pohon rambutan galangan sawah belakang rumah.
Waktu yang tepat untuk berleha, menikmati hidup…

Sejauh pandang menatap hamparan hijau padi yang luas. Angin sepoi semilir. Langit biru berias dengan eloknya putih-putih awan. Ada beberapa burung gereja terbang beriringan. Sesekali mendarat di hadapan, seakan hendak berbagi cerita akan keriangan mereka hari ini. Kicauannya turut pula melengkapi suasana siang yang khidmat.

Takjub….
Ya… Itu yang pertama kali terasa. Sungguh Agung Sang Pencipta. Segala yang diciptakannya benar-benar sempurna. Serasi dan seimbang dalam setiap kadarnya. Pernahkah kita berfikir? Seperti ini misalnya, mengapa langit di siang hari berwarna biru? Secara ilimiah, jawabannya berkaitan dengan dengan gelombang warna dan cahaya matahari. Tapi, jauh lagi manusia boleh bertanya, kenapa Tuhan tidak membuat warna langit siang hari hijau saja atau kuning saja. Hijau kan cantik. Juga sejuk untuk mata. Kuning pun cantik. Tampak ceria.

Kenapa ya…? Kenapa Tuhan menjadikan warna langit siang hari biru? Kata Si Om (Heidegger, guys!) jika kita ingin dapat memaknai hidup, kita harus menganggap segala sesuatunya sebagai fenomenon, sesuatu yang baru, sesuatu yang belum dikenal, dan kita pasti mempertanyakan sesuatu itu. Dari situlah manusia tidak akan berhenti berfikir. Karena, sejauh manusia berfikir atau tidak membiarkan ketiadaan berfikir melanda diri, ia akan kembali merenungkan kondisi kemanusiaannya. Kenapa ia hidup, untuk apa ia hidup dan bagaimana ia menjalani hidup.

No comments:

Post a Comment