Penghambat Kemakmuran

"Sikap adalah cerminan diri kita dan dunia adalah cerminan sikap kita"


Aku kembali merenungi sepenggal kalimat bijak yang baru saja aku baca dari buku Chicken Soup for The Soul sore ini. Lalu berkaca pada apa yang selama ini terjadi padaku dan sekelilingku, ternyata hukum kausalitas antara sikap, diri dan kondisi di sekitar kita memang benar-benar berlaku.

Beberapa hari yang lalu aku melakukan sesuatu (yang baru aku sadari sekarang kalau itu salah), merasa buruk di  mata orang lain. Sementara apa yang mereka bicarakan tentangku mungkin saja hal-hal yang umumnya saja, mungkin saja tidak bermaksud untuk memfitnah atau memburuk-burukkan, tapi aku paranoid ketika berita yang tak enak itu sampai ke telingaku. Karena asumsi negatif itu, prestasi kerjaku akhir-akhir ini pun menurun.

Lalu aku menuntut mereka. Aku cari sampai ke akar permasalahan, aku cari sampai ke orang pertama yang mengeluarkan pernyataan negatif itu. Tapi aku tidak mendapatkan suatu kebenaran yang membuat hatiku makin nyaman. Dari setiap apa yang keluar dari mulut masing-masing mereka tidak sama, ada yang lebih, ada yang cenderung menjadikan teman yang lain kambing hitam, kondisi ini semakin membuatku membenci lingkungan kerjaku.

Tapi kutipan dalam buku yang kubaca tadi sore membuka hatiku. Ada pernyataan di sana bahwa Anda tidak bisa memaafkan seseorang jika anda menuntutnya, dan jika anda mempertahankan kemarahan atau dendam itu, anda tidak bisa terbuka untuk menerima semua jatah kemakmuran. (ini terbukti, terlihat dari produktivitas kerjaku yang belakangan menurun). Karena kemarahan kita tidak mendapatkan kenyamanan dari lingkungan tempat kita hidup.

Maka hari ini aku bertekad untuk merubah pola negativitas itu dengan afirmasi-afirmasi positif. Langkah pertama yang harus bisa aku lakukan adalah, mencoba memaafkan orang lain. Ya, untuk apa menanamkan kebencian jika itu hanya mendatangkan kerugian pada kita, perasaan buruk, tidak semangat untuk bekerja, tidak bisa kooperatif dengan rekan kerja karena kita menganggap tidak ada yang bisa kita percaya lagi. Langkah selanjutnya, tidak usah mendengar pernyataan negatif dari pihak lain, karena berita dari mulut ke mulut cenderung tidak ajeg, karena sifat dasar manusia yang suka lupa dan juga cenderung menggunakan rasa. Langkah terakhir, aku harus meminta maaf pada diriku sendiri, karena kesalahan yang aku buat ini. Rasa sensitif ini sedikit-demi sedikit harus dihilangkan, agar tidak menyebarkan banyak virus negatif pada citra diri kita.

No comments:

Post a Comment