107. Siapa yang
mengira kemahalembutan-Nya terlepas dari kemahakuasaan-Nya, berarti ia memiliki
pandangan yang sempit.
Kemahakuasaan
Allah terlihat saat Allah menimpakan petaka dan ujian kepadanya. Jika ia
mengira bahwa kelembutan Allah itu terpisah dari kekerasan-Nya, hal itu
menandakan pandangannya sempit. Sekiranya pandangannya sempurna, ia akan
menyadari bahwa dalam petaka dan ujian itu ia banyak mendapatkan kelembutan
Allah. Misalnya, dengan ujian itu, ia bisa mendekatkan diri kepada-Nya.
Ujian yang
ditimpakan Allah kepada hamba-hamba-Nya pasti bertolak belakang dengan
keinginan mereka dan membuat nafsu syahwat mereka meronta. Tentu setiap hal
yang mengganggu atau menyakiti nafsu pasti akan berbuah baik, bahkan sebelum
hamba itu kembali kepada Allah dan mengetuk pintu-Nya. Ini adalah faedah
terbesar dari ujian dan cobaan. Hamba yang mendapatkan ujian akan mendapati
bahwa jiwanya lemah, kekuatannya terbatas, dan sifat-sifat yang telah
mendorongnya melakukan dosa atau maksiat serta menguatkan keinginannya terhadap
dunia adalah bathil.
Dengan ujian itu,
biasanya seorang hamba akan meraih ketundukan hati, sabar, ridha, tawakal,
zuhud, dan ingin bertemu Allah. Bagaimanapun, sebiji sawi amalan hati lebih
baik daripada segunung amalan anggota tubuh. Dengan ujian itu pula, ia akan
mendapatkan penghapusan dosa dan kesalahan serta meraih kelembutan Ilahi
lainnya.
108. Bukan
ketidakjelasan jalan yang dikhawatirkan dari dirimu. Yang dikhawatirkan adalah
menangnya hawa nafsu atas dirimu.
Ketidakjelasan
jalan bermakna ketidakjelasan jalan ‘ubudiyah yang dapat mengantarkanmu
ke hadirat Tuhanmu saat kau mengalami satu ahwal. Padahal, jalan ‘ubudiyah ini
telah dijelaskan syariat. Siapa yang menelaah Al-Qur’an dan sunah maka ia akan
mendapatkan bimbingan gamblang dalam meneliti jalan itu.
‘Ubudiyah-mu
dalam ketaatan adalah dengan menyaksikan karunia ketaatan itu. ‘Ubudiyah
dalam maksiat adalah dengan beristighfar dan bertobat. Adapun ‘ubudiyah
dalam cobaan adalah dengan bersabar.
Dalam semua
kondisi di atas, yang dikhawatirkan dari dirimu adalah kemenangan hawa nafsu
atas dirimu sendiri sehingga ia membutakan matamu sampai kau tidak bisa melihat
jalan tujuanmu. Ia bisa membuatmu bersikap sombong dan ‘ujub atas
ketaatanmu, mendorongmu untuk selalu bermaksiat, mengabaikan nikmat dan tidak
mensyukurinya, atau gelisah dan sedih saat menerima musibah.
Bisa jadi makna
hikmah di atas adalah yang dikhawatirkan darimu, bukan ketidaktahuanmu tentang
mana di antara sekian amal yang harus kau utamakan. Ini akan kau alami jika kau
tidak dibimbing oleh sorang syeikh atau guru. Yang dikhawatirkan darimu justru
saat hawa nafsu mengalahkanmu. Hawa nafsu akan menghalangimu untuk melakukan
amalan-amalan tersebut sehingga kau malah mengurungkan niat meniti jalan menuju
Tuhan. Bahkan, kau meninggalkan jalan yang semestinya kau gunakan untuk
mendekatkan diri kepada-Nya.
Jika kau tidak
mengetahui mana yang lebih utama di antara semua amal itu, sebaiknya kau
mencari seorang syeikh pembimbing agar kau diajari dan dibimbingnya.
Sumber: Al Hikam - Syaikh Ibn Atha'illah Al Iskandari