Perjalanan Menapak Jejak di Eropa

Judul Buku       : 99 Cahaya di Langit Eropa
Penulis              : Hanum Salsabila Rais dan Rangga Almahendra
Penerbit            : PT Gramedia
Tahun Terbit     : 2011
Tebal Buku       : 424 hal


Pergilah, jelajahi dunia, lihatlah dan carilah kebenaran dan rahasia-rahasia hidup; niscaya jalan apa pun yang kau pilih akan mengantarkanmu ke titik awal. Sumber kebenaran dan rahasia hidup akan kautemukan di titik nol perjalananmu. Perjalanan panjangmu tidak akan mengantarkanmu ke ujung jalan, justru akan membawamu kembali ke titik permulaan. Pergilah untuk kembali, mengembaralah untuk menemukan jalan pulang. Sejauh apapun kakimu melangkah, engkau pasti akan kembali ke titik awal. (Paulo Coelho dalam 99 Cahaya di Langit Eropa)
***

Apa yang anda pikirkan ketika saya menyebut Eropa? Pasti yang terekam dalam benak anda, kebesaran nama Paris dengan Menara Eiffelnya, Jerman dengan Tembok Berlinnya atau Collosseum di Roma. Lebih dari itu, Eropa tidak hanya tentang Menara Eiffel, atau Tembok Berlin, atau Collosseum. Eropa menyimpan banyak cerita tentang peradaban yang pernah besar di sana, yakni Islam.

Eropa dan Islam, mereka pernah menjadi pasangan yang serasi. Peradaban Islam-lah yang telah memperkenalkan Eropa pada pemikir-pemikir dunia, seperti Aristoteles, Plato, Socrates, hingga akhirnya meniupkan angin renaissance bagi kemajuan Eropa sekarang. Hal inilah yang dirangkum dalam novel 99 Cahaya di Langit Eropa. Novel ini tidak sekedar bercerita tentang perjalanan biasa si penulis di kota-kota besar dalam sejarah Eropa yang sudah sangat terkenal di dunia seperti kota-kota di atas, tetapi juga mengenai catatan kebesaran Islam di Eropa. Peradaban Islam di masa silam yang memberikan kontribusi besar dalam kebangkitan Eropa menuju dunia modern.

Bahasa penulis yang sederhana dan manis di awal cerita membuat saya yang membacanya tertarik untuk melahap novel ini sesegera mungkin. Walaupun penulis tidak mempunyai latar belakang sastra, ia dapat menyajikan cerita dengan indah dan menggetarkan, dan dapat dimasukkan dalam jajaran penulis pemula yang tidak bisa diremehkan. Ciri khas yang menonjol dalam novel ini adalah gaya menulis seorang traveller sejati, yang mencatat setiap detail perjalanannya, tidak hanya menampilkan fakta tetapi juga mengalirkan getaran dan rasa dari apa yang telah mereka alami di sana. Bagaimana rasa ketika penulis bertemu dengan beberapa kenalan muslim. Mengetahui kehidupan muslim minoritas di Eropa. Sikap positif mereka untuk berpikir out of the box namun tidak meninggalkan esensi Islam sebagai rahmatan lil’alamin. Rasa persaudaraan dan tenggang rasa lebih dari sekedar kenalan. Yang semuanya ikut memperkaya tulisan ini dengan pesan-pesan moral dan semangat Islam yang tergambar dalam akhlak, perilaku jihad yang lebih manusiawi, yang lebih indah dari jalan teror atas nama agama.

Jihad sederhana yang mereka tampilkan, sebagai syiar Islam dari teman-teman muslim di Austria, misalnya dengan senyum dan selalu jujur. Konsep restoran Der Wiener Deewan, yang memakai slogan sensasional “All you can eat, pay as you wish”, yang mengajarkan makna ikhlas untuk memberi dan menerima sebagai suatu sisi terindah dari seorang manusia, yakni kedermawanan. Yang merupakan hal yang sangat mendasar dalam ajaran Islam untuk membersihkan diri. Perilaku dan akhlak yang seperti ini adalah suatu berkah ajaran yang niscaya dapat menghadapi tantangan zaman yang sudah banyak mengabaikan iman kepada Sang Pencipta.

Di sisi lain, penulis juga berhasil mengumpulkan kembali sisa peradaban Islam yang terserak. Dan secara genuine, mampu mengeksplorasi kisah-kisah langka yang jarang terkuak oleh publik, seperti misteri tentang Napoleon Bonaparte, roti Croissant, asal-usul kopi, misteri tulisan kaligrafi dalam jubah raja-raja di Eropa, The Mosque Cathedral, hingga ke misteri garis imajiner “sejarah satu garis” atau yang disebut dengan Axe Historique yang menghubungkan bangunan-bangunan bersejarah di Paris dengan Ka’bah di kota Mekkah. Kebesaran Islam yang tertutup awan karena kecurigaan dan kesalahpahaman. Kehidupan Islam di mana ia menjadi minoritas. Dan Cordoba, Granada, Istambul, saksi bahwa Islam pernah menjamah Eropa, yang tumbuh dalam kedamaian dan toleransi di tengah-tengah agama besar lainnya.

Saya yakin bahwa novel ini akan sangat memperkaya bacaan anda, baik tentang fakta-fakta Islam di Eropa yang tertimbun arus budaya dan teknologi, dan juga memberikan inspirasi tentang makna hidup Islam yang lebih kontekstual. Membaca, menelaah tanda-tanda alam dan terus mencari sumber-sumber kebenaran.
***

Wahai anakku! Dunia ini bagaikan samudera di mana banyak ciptaan-Nya yang tenggelam. Maka jelajahilah dunia ini dengan menyebut nama Allah. Jadikan ketakutanmu pada Allah sebagai kapal-kapal yang menyelamatkanmu. Kembangkanlah keimanan sebagai layarmu, logika sebagai pendayung kapalmu, ilmu pengetahuan sebagai nakhoda perjalananmu; dan kesabaran sebagai jangkar dalam setiap badai cobaan. (Ali bin Abi Thalib RA)