kelabu di ujung waktu


aku tak punya kata-kata untuk kurangkai lagi
semuanya habis begitu kau berlalu meninggalkanku
sayatannya tergores terasa sangat sakit di hati
aku merana di ujung waktu yang kelabu

kepergianmu meninggalkan sejuta tanya di hatiku
tanpa kata tanpa alasan tanpa pesan sampai padaku
marah, sedih dan resah bergumpal di ulu
aku merana di ujung waktu yang kelabu

rasa perih kehilanganmu sampai kini masih lekat di hati
hingga aku pun berjalan perlahan dengan segudang ragu
cintamu mungkin takkan pernah kurasakan lagi
aku merana di ujung waktu yang kelabu

pernah ada beberapa hadir ingin menggantikan posisimu di hatiku
dan ku berusaha menghapusmu lalu memberinya tempatmu
tapi kau tak mau beranjak, membuatku mengharu biru
aku merana di ujung waktu yang kelabu

usiaku tak lagi muda tentu kau tahu itu
aku tetap memilih untuk menunggumu
meski waktu perlahan memakan rupaku
cintamu akan tetap kujaga dalam lipatan hatiku
walau kutahu aku merana di ujung waktu yang kelabu

 Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
(Al-Lail : 7-10)

Sekelumit Hikah dan Pesan Sufi (2)



Sufi besar Ibrahim Ibn Adham, melihat seseorang larut dalam kesedihan, maka dia berkata kepadanya: "Akan kutanyai engkau tiga pertanyaan, jawablah dengan jujur. Yang pertama: Adakah yang terjadi di alam raya ini tanpa kehendak Tuhan?" Orang itu menjawab: "Tak ada! Semua atas kehendak-Nya." "Yang kedua," tanya Ibrahim, "apakah rezekimu berkurang dari apa yang telah ditetapkan Allah bagimu?" "Tidak! Apa yang telah ditetapkan-Nya tidak akan meleset." "Yang ketiga: Apakah berkurang ajalmu sesaat dari apa yang ditetapkan-Nya?" "Tidak! Apabila ajal datang, maka ia tidak dapat dimajukan, tidak juga diundur." Jawab yang bersedih, "kalau demikian, mengapa engkau larut dalam kesedihan? Bangkitlah!" kata Ibrahim Ibn Adham.

Seorang sufi bertanya, "Bagaimana keadaanmu?" Yang ditanya menjawab: "Alhamdulillah, jika aku memperoleh rezeki aku makan, dan jika tidak, aku bersabar." Sang sufi menjawab: "Begitulah anjing di daerah kami. Tetapi manusianya jika memperoleh rezeki dia berikan kepada yang butuh dan bila tidak memperolehnya dia bersyukur."

Satu ketika Umar Ibn Abdul Aziz ra. sedang dalam perjalanan bersama Sulaiman Ibn Abdul Malik. Ketika itu guntur dan kilat menyertai hujan, sehingga menggetarkan hati mereka. Tapi Umar ra. tersenyum dan berkata: "Ini rahmat Allah yang diturunkan-Nya, tetapi itu disertai dengan situasi yang menakutkan kita. Bayangkanlah rasa takut yang mencekam kalbu kita, jika yang diturunkan-Nya itu adalah murka-Nya."

Seorang sufi berdoa ketika sedang thawaf di Ka'bah dengan berucap: "Ya Allah, Kami menaati-Mu dalam hal yang Engkau paling sukai, yakni mengakui bahwa Engkau Maha Esa dan Tiada Tuhan Selain-Mu, kami juga tidak mendurhakai-Mu menyangkut apa yang Engkau benci, yakni mempersekutukan-Mu, maka Ya Allah ampunilah apa yang kami lakukan antara keduanya.

Sufi besar Hasan al-Bashri (w. 728 M) ditanyai tentang rahasia ketidakcenderungannya kepada nikmat duniawi. beliau menjawab: "Kuketahui bahwa rezekiku tidak mungkin diambil oleh orang lain, karena itu hatiku tenang. Kuketahui juga bahwa tugasku tidak dapat dikerjakan orang lain, maka aku tekun melaksanakannya. Kuketahui juga bahwa Allah mengetahui keadaanku, maka aku malu ditemui-Nya dalam kedurhakaan, dan kuketahui bahwa maut menantiku, karena itu aku menyiapkan bekal menghadap Allah.

Suatu ketika Sufyan ats-Tsauri berdoa di depan sufi besar Rabi'ah al-Adawiyah: "Ya Allah ridhailah kami." Mendengar doa itu Rabi'ah berkata: "Apakah engkau tidak malu memohon ridha-Nya sedang engkau sendiri belum ridha kepada-Nya?" Sufyan berkata: "Astaghfirullah, kapankah seseorang dinamai ridha kepada Allah?" Rabi'ah menjawab: "Kalau kegembiraannya ditimpa musibah setara dengan kegembiraannya memperoleh nikmat."


M. Quraish Shihab. "Logika Agama". 2005.

Sekelumit Hikmah dan Pesan Sufi (1)


Sungguh mengherankan, bila Anda mengenal Allah tetapi tidak mencintai-Nya; bila mendengar ajakan kebaikan lalu tidak bersegera memperkenankannya, bila telah mengetahui kadar keberuntungan berniaga dengan Allah lalu berjual beli dengan selain-Nya, bila mengetahui betapa besar siksa-Nya lalu mengundang murka-Nya.

Sungguh aneh jika Anda telah merasakan keterasingan akibat kedurhakaan, lalu tidak merindukan kebahagiaan dengan menaati-Nya, dan yang lebih aneh adalah bila Anda percaya bahwa Dia yang paling Anda butuhkan lagi tak dapat hidup tanpa bantuan-Nya, lalu Anda berpaling dari-Nya dan menghadap kepada yang menjauhkan Anda dari rahmat-Nya. 

Aku tercengang melihat tiga orang. Pertama, yang pamrih terhadap makhluk sesamanya dan melupakan Tuhan yang selalu bersamanya. Kedua, yang kikir menyedekahkan hartanya, padahal Tuhan yang menganugerahi, meminta diutangi lalu ia menolak permintaan-Nya. Ketiga, seseorang yang sangat mendambakan pertemanan makhluk dan cinta mereka, padahal Allah mengajaknya berteman dan saling mencintai.
(Yahya bin Mu'adz)

Tiga hal menjadikan aku tertawa dan tiga hal pula yang menjadikanku menangis. Yang menjadikanku tertawa adalah dia yang mengejar dunia padahal kematian mengejarnya, yang lengah tapi dia selalu diawasi, serta yang tertawa terbahak-bahak padahal dia tidak mengetahui apakah Tuhan rela kepadanya atau murka. Sedang tiga yang menjadikanku menangis adalah ngerinya kiamat, kurangnya pengabdian, serta perhitungan Tuhan, apakah aku diantar ke surga atau dijerumuskan ke neraka.
(Abu ad-Darda')

Empat hal mematikan kalbu. Dosa ke dosa, obrolan yang banyak, berdiskusi dengan pecundang, dan bersahabat dengan yang mati (hatinya).

Hati-hatilah! Jangan menginjak leher siapa yang sedang terjatuh, jangan merengutkan wajah di hadapan siapa yang butuh. Jangan juga menutup telinga ketika mendengar rintihan si miskin. Jika Anda melakukan itu, maka gugurlah keanggotaan Anda dalam "khazanah cinta dan kemanusiaan". Untuk Anda ketahui, khazanah ini memiliki banyak cabang dan berada di semua tempat, hanya saja anggotanya bukanlah pendengki atau yang mementingkan diri, bukan pula yang tidak memiliki hati.

Pengetahuan yang paling berharga adalah pengetahuan manusia tentang dirinya, dan sikap yang paling agung adalah keberadaan seseorang sesuai pengetahuannya, sedang kehormatan yang terbaik adalah memelihara air muka.


M. Quraish Shihab. "Logika Agama". 2005.