Pasir Bergaris

Konon ada seorang laki-laki melepaskan agama yang dia anut. Dia juga meninggalkan barisan para ateis, dan penganut keyakinan lainnya. Dia kemudian merasa yakin terhadap kebenaran dari agama lainnya lagi.

Setiap waktu dia mengubah keyakinannya. Dia membayangkan telah meraih sesuatu, meski belum cukup. Setiap saat dia memasuki sebuah lingkungan baru, dia diterima dan penerimaannya dikaitkan sebagai suatu hal dan tanda yang baik dari kejernihan ruhani dan pencerahannya.
Namun demikian, keadaan batinnya sedang bingung. Akhirnya dia mendengar seorang guru terkenal, dan dia pun pergi untuk menenmuinya. Setelah mendengarkan keluh kesah dan gagasan-gagasannya, Sang Guru itu berkata, "Kembalilah ke rumahmu. Akan kukirimkan keputusanku dalam bentuk sebuah pesan."

Segera setelah itu si laki-laki itu mendapati seorang murid syeikh itu berdiri di depan pintu. Dalam genggaman tangannya ada sebuah bungkusan dari gurunya. Dia membukanya, dan melihat bahwa bungkusan itu berisi sebuah botol kaca, yang separoh penuh darinya diisi dengan pasir berwarna susun tiga - masing-masing berwarna hitam, merah, dan putih. Botol itu dibungkus dengan sebuah kain katun. Di bagian luar ditulisi :"Buanglah pembungkusnya, lalu goncang-goncangkanlah botol itu untuk melihat seperti apa engkau ini sebenarnya."

Dia kemudian membuang pembungkus itu, menguncang-guncangkan pasir dalam botol itu. Butiran-butiran pasir berbeda warna itu bercampur, dan semua yang tertinggal berupa sekumpulan pasir berwarna abu-abu.

Dunia Karikatur dari Dirinya Sendiri

Dunia selalu menghina dan menertawakan ajarannya sendiri
Karena dunia manusia menampakkan dirinya sebagai hal yang mulia dan suci
Dunia itu terpaksa menyembunyikan absurditas yang terdapat di dalamnya
Begitulah muncul suatu dunia topeng dan pemain sandiwara
Yang mau memberi kesan mewakili kenyataan dari realitas
Perpisahan malam dari siang
dan dari dia yang menyudahi hari
adalah kata-kata yang penuh teka-teki
kenang-kenangan seperti nasehat seorang ibu pada anaknya agar pulang pada waktunya
tetapi ajakannya merupakan suatu lambaian yang entah apa artinya
seolah ketenangan hanya dapat ditemukan
apabila orang tinggal dalam pertemuan malam di luar
bukan dengan seorang wanita tetapi dengan cara wanita menemui keterbatasannya
tenggelam dalam angin malam
apabila orang menemukan dirinya sendiri
apabila orang menerobosi hutan dan padang seolah mencari sesuatu
tenggelam dalam gemanya kesepian sayup-sayup
seolah menduga sesuatu
tenggelam dalam ketenangan langit yang tinggi
seolah itu demikian
tenggelam dalam diamnya embun
seolah itulah ketenangan dan kesejukan dari yang tak terbatas
yang tidak ubahnya seperti kesuburan malam sepi dan yang hangatnya samar-samar dimengerti
seperti kabut malam yang nyaris dapat ditembus.

Pagiku Sendiri

Pagi ini seperti pagi-pagi biasanya.
Lengang, senyap, sunyi.
Sendiri.
Aku tetap sendiri.
Sendiri itu baik, kata ibuku.
Karena engkau akan merasakan nikmat yang tak kau rasakan ketika kau berada di tengah keramaian.
Namun aku tak pernah bisa merasakan nikmatnya sendiri.
Aku bukanlah seorang gadis yang punya kecerdasan interpersonal yang tinggi.
Aku lekas bosan sendiri selekas bosan pula bila aku berada di tengah keramaian.
Satu-satunya alasan kenapa aku selalu sendiri adalah karena aku bosan berada di tengah keramaian.
Aku selalu lari dari kebisingan karena aku benci kebisingan.
Kebisingan yang membuat saraf-saraf otakku menegang.
Kebisingan yang selalu memicu detak jantungku hingga emosiku ingin meletup.
Ya… kebisingan yang itu!

Berhenti Melihat ke Belakang!

Perempuan tua itu benar-benar tangguh.
Di usianya yang hampir setengah abad ini ia tetap bersemangat menjalani hidupnya.
Salut deh!
Beban keluarga semua dipikulnya.
Tak sekalipun ia menengok ke belakang, sekedar mengingat dan mempertebal memorinya dengan keramaian indah yang pernah dipunyainya dulu.
Atau sekedar berhenti sejenak, mana tahu masa lalu itu akan kembali.
Suatu hari ia berkata, “Untuk apa mengingat masa lalu, karena itu akan membuat encok mama kambuh”.
Masa lalu ada untuk dikenang, tapi bukan berarti harus selalu diingat.
Karena yang akan kita jalani adalah sekarang dan masa yang akan datang.